Senin, 3 Februari 2025

Defisit Tetap Jadi Ganjalan

Berita Terkait

ilustrasi

batampos.co.id – Berbagai tantangan ekonomi dihadapi Indonesia sepanjang tahun ini. Mulai defisit transaksi berjalan, volatilitas rupiah, hingga masalah investasi. Tahun depan, tantangan tersebut sepertinya masih akan dominan.

Tahun 2019 adalah tahun politik. Hal itu menjadi tantangan bagi Indonesia dari sisi internal. Belum lagi risiko dinamika ekonomi global yang bisa menjadi sentimen dari sisi eksternal.

Pertumbuhan ekonomi global diramalkan melambat tahun depan. International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi ekonomi global dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen. Begitu pun negara adidaya Amerika Serikat (AS). Bank Sentral AS (The Fed) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen. Padahal, tahun ini ekonomi AS melesat.

Direktur Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, bukan hanya ekonomi AS yang diramalkan melambat. Ekonomi negara-negara tujuan ekspor Indonesia seperti Tiongkok dan Jepang juga diperkirakan tak tumbuh seagresif tahun ini. Untuk itu, Indonesia harus pintar memanfaatkan celah.

’’Indonesia sebenarnya sudah mendapatkan keuntungan dari sentimen eksternal. Yaitu, mendapatkan investasi dari relokasi pabrik Tiongkok ke dalam negeri. Namun, tahun depan kan tahun politik. Nah, di situ tantangannya,’’ Faisal, Minggu (23/12).

Menurut dia, secara historis, aliran investasi langsung ke Indonesia pada tahun politik selalu melambat. Investor biasanya cenderung menahan investasi mereka dan menunggu hasil pemilu. Sebab, faktor pemimpin negara, pemimpin daerah, dan kebijakan-kebijakan yang dilahirkannya sangat berpengaruh terhadap minat investasi. Untuk itu, pemerintah harus mampu menjaga suasana di panggung politik agar tidak menimbulkan persepsi negatif pada dunia usaha.

Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan yang secara tidak langsung ditujukan untuk menekan defisit transaksi berjalan. Misalnya, Paket Kebijakan XVI, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), tax holiday, kenaikan pajak impor barang konsumsi, Online Single Submission (OSS), B20, pengembalian devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam negeri, dan bahkan menerapkan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

Meski banyak pihak yang menilai kebijakan-kebijakan tersebut belum banyak berdampak pada transaksi berjalan, Faisal menyarankan agar hal tersebut tetap konsisten dijalankan. Siapa pun presiden yang terpilih nanti. Sebab, tujuan kebijakan-kebijakan itu sudah tepat. Yakni, memperbaiki fundamen ekonomi Indonesia. Yang harus diperbaiki adalah penerapannya di lapangan.

’’Mungkin saja ada perubahan kebijakan setelah pemilu berlangsung, tapi perubahannya minor saja, bukan perombakan total. Pemerintah pada 2019 harus tetap concern ke perbaikan defisit transaksi berjalan dan mengawal penerapan kebijakan yang sudah ada,’’ tegas Faisal.

Masalah current account deficit (CAD) memang bukan hal yang mudah untuk diperbaiki. Sudah sejak lama Indonesia mengalami defisit, baik di neraca perdagangan maupun jasa. Hingga November 2018, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan USD 7,52 miliar. Sementara itu, CAD tercatat 2,86 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan defisit tersebut, nilai tukar Indonesia sempat melemah ke level Rp 15.200. Nilai tukar rupiah melemah 6,93 persen sejak awal tahun.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengungkapkan, CAD tahun ini diperkirakan melewati batas aman, yakni sedikit di atas 3 persen terhadap PDB. (rin/c5/oki/JPG)

Update