batampos.co.id – Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I kembali menambah empat unsur kekuatan militer untuk mendukung operasi pengamanan kedaulatan Indonesia di Laut Natuna.
Panglima Kogabwilhan I, Laksamana Madya Yudo Margono, menjelaskan, penambahan unsur dari Komando Armada (Koarmada) I tersebut bertujuan untuk mengusir kapal coast guard dan kapal nelayan Tiongkok yang saat ini masih bertahan di wilayah Laut Natuna.
“Operasi telah diperkuat lagi oleh empat unsur kekuatan tambahan (kapal perang). Totalnya ada enam unsur,” jeÂlas Yudo di Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Tanjungpinang, Minggu (5/1/2020).
Unsur kapal perang (KRI) akan beroperasi melakukan komunikasi persuasif dan akan terus mengusir keberadaan Coast Guard Tiongkok di wilayah Laut Natuna.
Pihaknya, kata Yudo, akan melakukan operasi penegakan hukum bagi kapal nelayan Tiongkok yang tetap melakukan penangkapan ikan tanpa izin.
“Cara-cara persuasif terus dilakukan dan berusaha menyelesaikannya secara damai,” katanya.
Komunikasi persuasif yang terus dilakukan, lanjut Yudo, dapat menghindari terjadinya benturan-benturan.
Dengan komunikasi persuasif, kapal-kapal tersebut diharapkan dapat keluar dari wilayah Laut Natuna.
“Sejauh ini upaya pengusiran terus dilakukan. Secara diplomasi, pemerintah juga telah menyampaikan protes keras,” tegasnya.
Baca Juga:Â Natuna Diusulkan jadi Provinsi Khusus
Selain itu, Yudo menyebutkan, saat ini tiga coast guard Tiongkok masih masuk dan mengawal kapal ikan nelayan Tiongkok.
Posisi keberadaan Coast Guard Tiongkok ini, sambungnya, berada pada 130 nautical mil Timur Laut Pulau Bunguran. Saat ini sudah berhadapan dengan dua KRI.
“Saat ini KRI Tengku Umar dan KRI Tjiptadi yang sedang patroli langsung melakukan komunikasi ke kapal Coast Guard Tiongkok dan meminta untuk segera meninggalkan Wilayah ZEE Indonesia,” katanya usai melakukan patroli udara di Bandara Lanud Raden Sadjad, Sabtu (4/1/2020).
Dalam kondisi ini, lanjutnya, TNI melalui dua KRI masih melakukan tindakan persuasif agar Coast Guard Tiongkok meninggalkan wilayah ZEEI di Laut Natuna.
“Tindakan pengusiran ini akan terus dilakukan, baik di lapangan maupun secara diplomatik oleh Kemenlu,” ujarnya.
Dijelaskan Yudo, pelanggaran batas laut sudah terjadi sejak tahun 2016 lalu dan tahun ini terulang lagi.
Sementara hubungan strategis antara Indonesia dan Tiongkok sudah berjalan baik sejak lama. Insiden ini tentunya diharapkan tidak memperkeruh suasana akibat persoalan batas laut.
Baca Juga:Â DPR Minta Pemerintah Amankan Wilayah Perairan Natuna Melalui Semua Jalur
“Sebenarnya coast guard dan nelayan Tiongkok, ini kan memancing kita. Padahal mereka sudah mengakui itu ZEE Indonesia, namun sekarang mereka mengingkarinya dengan mendatangkan coast guard,” jelasnya.
Kepala Dinas Penerangan Koarmada I, Letkol Laut Pelaut Fajar Tri Rohadi, menyampaikan bahwa lima KRI lain masih dalam perjalanan. Kelima KRI tersebut akan ikut dalam operasi Kogabwilhan I di Natuna Utara.
“KRI Karel Satsuit Tubun 356, KRI John Lie 358, KRI Tarakan 905, KRI Sutendi Senoputra 378, dan KRI Teluk Sibolga 536,” bebernya, Minggu (5/1/2020).
Terhadap seluruh awak kapal perang tersebut, Koarmada I menyebutkan bahwa mereka harus menaati seluruh aturan dan hukum laut.
Baik hukum yang berlaku di Indonesia maupun hukum internasional. Seluruh tindakan yang dilakukan oleh kapal-kapal TNI AL harus dilaksanakan secara terukur dan profesional.
Baca Juga:Â TNI Siaga Tempur di Natuna
Tujuannya tidak lain untuk memastikan tidak ada tindakan gegabah yang bisa membuat hubungan di antara Indonesia dengan Tiongkok terganggu. Mereka juga diminta untuk melaksanakan Role of Engagement (RoE).
Upayakan Jalur Diplomatik
Perbedaan sikap di antara para menteri terhadap kehadiran kapal nelayan dan Coast Guard Tiongkok di Laut Natuna turut mendorong Istana buka suara.
Walau sempat ada perbedaan, Juru Bicara Kepresidenan, Fadjroel Rachman, menegaskan, bahwa secara prinsip semua pejabat teras di bawah Presiden Joko Widodo satu suara.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang terkesan lunak dinilai tidak sejalan dengan sikap Menteri Luar Negeri, Retno L. P. Marsudi.
Namun demikian, melalui pesan singkat yang dia sampaikan, Minggu (5/1), Fadjroel menegaskan hal itu tidak terjadi. “Tidak ada perbedaan,” ungkap dia.
Fadjroel menegaskan, sikap mempertahankan kedaulatan tidak ada kompromi. Dan itu sudah disampaikan Presiden Jokowi kepada seluruh jajaran menteri.
“Berdasarkan arahan Presiden, pemerintah Indonesia bersikap tegas,” kata pria yang juga menjabat Komisaris Utama PT Adhi Karya tersebut.
Hanya, lanjut Fadjroel, meski sikap pemerintah tegas terhadap tindakan yang dilakukan oleh Tiongkok, pemerintah tidak akan mengambil langkah-langkah provokatif.
Sebaliknya, Indonesia akan mengedepankan cara-cara damai.
“Memprioritaskan usaha diplomatik damai dalam menangani konflik di perairan Natuna,” tuturnya.(***/odi/arn/far/syn/jpg)