Jumat, 27 Desember 2024

Rustian, Bos Rokan Group Pejuang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

Berita Terkait

batampos.co.id – Akhir Tahun 2019 sampai awal 2020 terjadi kemelut di perairan Natuna, khususnya Indonesia lawan Tiongkok, terkait Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Tiongkok mulai mengusik mau memiliki sebagian wilayah Natuna yang kaya raya sumber alam. padahal itu masuk ZEE Indonesia.

“Dulu saya susah payah meluaskan ZEE dari tiga mil menjadi 12 mil. kita harus menolak klaim Tiongkok tersebut,” pungkap Presiden Direktur Rokan Group, Rustian, Jumat (11/12/2020), di Jakarta.

Rokan Group merupakan sebuah kelompok usaha yang bergerak di bidang perkebunan, utamanya sawit. namun di dalam perjalanan, Rokan terlibat dalam berbagai aksi kemanusiaan seperti membantu makanan pengungsi di Pulau Galang, swasembaga beras, dan normalisasi hubungan RI-Tiongkok.

“ZEE harus dipertahankan karena di situ masa depan bangsa. banyak sumber daya alam di dalamnya, selain ikan,” tandas Rustian.

Rustian adalah sosok penting bersama mantan Menlu Mochtar Kusumaatmaja di belakang lolosnya perluasan ZEE, era itu.

Salah satu peran besar Rustian bagi negara adalah keberhasilan meluaskan ZEE dari tiga mil menjadi 12 mil tadi. waktu itu, dia dipercaya PBB untuk mengurusi pangan bagi pengungsi Vietnam di pulau Galang.

Rupanya tugas dari PBB tersebut membuat badan dunia itu makin mempercayainya, sehingga PBB membantu upaya Rustian bersama Menlu Mochtar Kusumaatmadja mengegolkan perluasan ZEE tersebut.

Presiden Direktur Rokan Group, Rustian (Kiri) dan Joni Angkadjaya Generasi kedua Rokan Group. Foto: Istimewa untuk batampos.co.id

Lantaran kesuksesan di Pulau Galang, PBB memperhatikan semangat Rustian meluaskan ZEE. Rustian juga melobi negara-negara pemegang hak veto soal ZEE dan berhasil.

“Atas keberhasilan perluasan ZEE ini membuat jumlah pulau yang dimiliki Indonesia bertambah dari 8.000 menjadi 17.000. hal itu terjadi tahun 1982 saat bersama Menlu Mochtar di Genewa mampu mengegolkan perluasan ZEE tersebut,” tandasnya.

Sedang di era sekarang, Menlu Retno Marsudi, menegaskan, Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan Tiongkok, sebagaimana dituduhkan Beijing. Indonesia pun tidak akan pernah mengakui nine dash-line.

Sebab penarikan garis tersebut bertentangan dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) sebagaimana diputuskan tahun 2016 lalu. UNCLOS adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut.

Menurut Kemenlu, Nine dash-line Tiongkok adalah garis yang digambar di peta Pemerintah Tiongkok. di mana negara itu mengeklaim wilayah Laut Tiongkok Selatan, dari Kepulauan Paracel (yang diduduki Tiongkok, tapi diklaim Vietnam dan Taiwan) hingga Kepulauan Spratly yang disengketakan dengan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.

Beras dan Normalisasi

Aksi lain yang dikerjakan Rustian adalah membantu Presiden Soeharto, ketika itu, mewujudkan swasembada beras. awalnya, dia diminta Soeharto menyiapkan pupuk pestisida selama 20 tahun. harapannya, Indonesia bisa mencapai swasembada beras dan itu terwujud, sehingga Indonesia mendapat penghargaan dari FAO.

Rustian ketika itu memang lumayan dekat dengan Soeharto. sepak terjangnya yang banyak bergaul secara internasional makin dipandang Soeharto. maka tak heran ketika pada tahun 1988 Rustian diutus Soeharto bersama Kepala Biro Luar Negeri Widodo Gondo Wardoyo  untuk bertemu Presiden tiongkok, Li Xiannian.

Tujuannya untuk menjajaki membuka hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok.
Salah satu yang mengesan dalam pertemuan dengan Presiden Li, ketika orang nomor satu Tiongkok itu mengatakan, “Tiongkok sangat melihat ASEAN penting karena negerinya bisa maju hanya dari ASEAN yang memiliki dua musim.”

Rustian dan Widodo masuk Tiongkok lewat Hong Kong karena tidak ada hubungan diplomatik antara Indonesia dan Tiongkok. yang pergi ke Tiongkok ada 6 orang. Widodo dan dua staf, Rustian dan dua staf. Tahun 1988 saat masuk Tiongkok, paspor para delegasi harus dititip di Hong Kong.

“Ini masuk untuk misi khusus,” kata Rustian.

Presiden Direktur Rokan Group, Rustian (kiri) berfoto bersama Joni Angkadjaya. Foto: Dokumentasi pribadi untuk batampos.co.id

Penjajakan ini akhirnya berbuah manis, ketika pada tahun 1990 Rustian diundang Soeharto untuk menyaksikan acara pembukaan hubungan diplomatik RI-Tiongkok.

Tugas lain yang diemban Rustian adalah membantu mengangkut para transmigran dan mengirim makanan untuk mereka. dia diminta Dirjen Transmigrasi, Kadarusno, agar mau mengangkut 20.000 KK transmigran yang tertahan di transito Jakarta.

Para trans belum terangkut karena kelebihan beban. maklum orang Jawa kalau pindah, semua dibawa, termasuk ternak. mereka harus dikirim ke Sumatera dan Kalbar.

“Saya bersedia mengangkut para trans tersebut,” kata Rustian.

Sedang untuk urusan pengungsi Vietnam di Pulau Galang. mereka sudah berada di P Galang sejak  1975 bersama UNHCR.

Namun, walau waktu itu, Rustian masih sekadar mengirim sembako seperti ikan asin dan ikan segar sebagai bantuan pangan untuk pengungsi.

Senada dengan Joni Angkadjaya saat ditemui di salah satu daerah di Kota Batam, Joni Angkadjaya sebagai generasi kedua dari Rokan Group yang saat ini mengembangkan sayap usaha Ketahanan pangan, Energi & Perikanan di Kepri mendukung dan berharap Pemerintah Daerah, khususnya Kepri serta stakeholder agar mempertahankan perjuangan tersebut dengan menjaga seluruh Wilayah laut Kepri.

Memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan bidang ketahanan pangan, energi serta menjaga nelayan Kepri bisa tetap berusaha, karena akhir-akhir ini kita sering mendengar keluhan kapal asing dan maraknya kapal Cantrang yang beroperasi di wilayah laut Kepulauan Riau.(adv)

Update