batampos.co.id – Kesadaran aparatur sipil negara (ASN) terhadap praktik korup menunjukkan tren positif. Namun, jumlah laporan ke bagian pengawasan masih rendah. Itulah salah satu temuan survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Menurut Direktur LSI Djayadi Hanan, mayoritas PNS yang menjadi responden survei menyatakan tidak pernah melihat langsung praktik korupsi seperti suap dan gratifikasi di lingkungan kerja mereka. Namun, ada 20 persen yang pernah melihat atau setidaknya tahu kejadian tersebut.
”Ada 20 persen yang mengatakan itu terjadi dan angka itu cukup banyak,” jelas Djayadi, Minggu (18/4).
Selain itu, berdasar temuan LSI, 26 persen PNS mengakui bahwa korupsi berpotensi terjadi di instansi tempat mereka bekerja. Dilihat dari segi pendapatan, kesadaran itu biasanya dimiliki PNS yang berpendapatan menengah ke atas. Semakin tinggi golongan PNS, semakin mereka memiliki pengetahuan dan kesadaran adanya potensi korupsi tersebut.
Meski begitu, masih cukup banyak PNS yang memilih untuk tidak melapor ke bagian pengawasan jika mengetahui adanya praktik korupsi seperti suap dan gratifikasi. Perbandingannya, 70 persen menyatakan mungkin akan melapor dan 23,8 persen memilih untuk tidak melapor.
Djayadi mengungkapkan, alasan terbesar mereka untuk tidak melapor adalah takut terkena masalah. Kemudian, belum pernah melihat ada sesama rekannya yang melapor, khawatir proses berbelit-belit, hingga khawatir laporan tidak ditindaklanjuti.
Sementara itu, dari sisi publik, banyak yang belum mengetahui kanal untuk melapor jika menemukan praktik korupsi di kalangan ASN, khususnya bagian pelayanan publik. Padahal, pemerintah telah menyiapkan kanal seperti Layanan Aspirasi Pengaduan Online Rakyat (LAPOR).
Survei LSI dilakukan pada pada 3 Januari–31 Maret 2021 dengan metode wawancara daring maupun luring. Survei melibatkan 1.201 responden PNS di lembaga-lembaga negara yang tersebar di 14 provinsi.
Sementara itu, Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo mengakui bahwa masih ada tindak korupsi di lingkungan PNS. Setiap bulan selalu ada saja PNS yang dinonaktifkan dari jabatannya sembari menunggu proses hukum karena terbukti bersalah. Sebagian lainnya langsung dipecat.
”Jujur, tiap bulan 20–30 persen (dari jumlah yang bermasalah, Red) harus kami berhentikan secara tidak hormat,” ungkap Tjahjo tanpa memerinci jumlah PNS yang bermasalah.
Ke depan, Tjahjo berjanji melakukan perbaikan. Di antaranya, meningkatkan profesionalitas PNS dan mewajibkan mereka melaporkan kekayaan setiap tahun. Juga, berfokus pada pembangunan zona integritas di unit kerja layanan.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Omar Sharif Hiariej berpendapat, laporan terkait dengan gratifikasi dari kalangan ASN sebenarnya meningkat signifikan. Artinya, selain sadar, mereka memiliki kemauan untuk mengambil tindakan ketika menerima sesuatu dari pihak lain yang tidak seharusnya diterima.
”Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sebenarnya laporan gratifikasi itu amat signifikan, selalu meningkat,” jelas Eddy.(jpg)