batampos.co.id – Disney merilis Beauty and the Beast versi live action-nya pada 17 Maret mendatang.
Sepekan ini, para fans dihujani rilisan video wawancara para pemain dan orang-orang di belakang layar. Mereka mengungkap kekuatan film tersebut. Apa saja itu?
Perwujudan Versi Animasi – Bagi sutradara Bill Condon, menggarap Beauty and the Beast adalah kesempatan hebat.
Menurut dia, versi animasi yang dibuat pada 1991 itu sudah sangat sempurna. Dia ingin membuatnya menjadi nyata. Banyak adegan di film animasi yang diadaptasi dengan begitu bagus di versi live action. Cordon dan tim tidak menggunakan teknologi green screen untuk setting suasana kastil Beast maupun provincial, desa kecil tempat Belle tinggal.
Mereka benar-benar membuat sebuah desa dengan begitu detail dalam skala nyata.
”Penggarapan setnya sangat luar biasa. Susah dipercaya,” kata Emma Watson, pemeran Belle, memberikan pujian.
Ian McKellan, pemeran Cogsworth, juga menyatakan hal serupa.
”Seluruh tim berkonsentrasi penuh demi menciptakan sesuatu yang luar biasa,” tuturnya.
Musikalitas Jempolan – Namanya film musikal, tentu unsur musik dan lagu diperhatikan dengan maksimal. Musik dipercayakan kepada Alan Menken, sound director Beauty and the Beast versi animasi.
Sementara itu, theme song Tale as Old as Time dibawakan duet menawan Ariana Grande dan John Legend.
Ada pula Josh Groban yang menyanyikan soundtrack Evermore. Lagu tersebut menggambarkan perasaan Beast ketika mengembalikan Belle kepada ayahnya, Maurice.
Emma Watson sebagai pemeran utama ikut memamerkan suaranya.
”Selama tiga bulan, saya berada di kamp latihan. Empat kali seminggu berlatih menyanyi, lima kali seminggu berlatih menari, dan tiga kali seminggu reading. Semua dilakukan pada waktu yang sama. Untung, kepala saya tidak meledak,” katanya kepada Entertainment Weekly.
Princess Smart – Belle digambarkan sebagai penemu eksentrik, sama seperti sang ayah. Dia mengembangkan prototipe mesin cuci manual agar tetap bisa membaca sambil mengerjakan pekerjaan rumah.
Sosoknya yang cerdas dan hobi membaca membuat dirinya dijauhi orang sekitar. Kultur saat itu meyakini bahwa perempuan hanya ditakdirkan untuk melakukan tugas domestik.
Sejumlah fans menduga Belle mengalami sindrom Stockholm. Yakni, munculnya rasa percaya dan suka dari seorang tawanan kepada penculik atau penangkapnya.
Namun, Watson membantahnya. Aktris kelahiran 15 April 1990 itu menjelaskan, hubungan Belle dengan Beast (Dan Stevens) diawali kecurigaan dan benci.
Belle sering mempertanyakan Beast yang sering mempersulitnya. Tidak pasrah dan asal menerima seperti pengidap sindrom Stockholm.
Pesan Khusus – Menurut Watson yang merupakan duta PBB untuk gerakan kesetaraan He for She itu, Beauty and the Beast punya pesan bagus untuk para perempuan.
”Ini mungkin kisah dongeng, tapi ceritanya tidak cuma tentang cinta atau prince charming. Film ini juga mengajarkan kepada perempuan untuk berani melawan hambatan yang tak mungkin demi mencapai kebahagiaan mereka sendiri,” jelasnya. (fam/c16/ayi/tia)