Jumat, 29 Maret 2024

“Magic” Strategi Branding

Berita Terkait

Bukan yang terkuat atau paling cerdas yang akan bertahan hidup, tetapi mereka yang paling bisa mengelola perubahan. (Charles Darwin)

Apa yang pertama kali muncul dalam pikiran Anda ketika mendengar Rolex? Jawabannya tak akan jauh-jauh dari mahal, eksklusif, mewah.

Bicara Rolex sudah bukan sekedar bicara eksistensi, melainkan kelas. Eksklusifitas. Prestige. Sesuatu yang luar biasa. Citra itu otomatis timbul ketika merek satu ini diucapkan.

Bahkan sekarang Rolex bukan lagi sekedar jam tangan. Tapi sudah dijadikan instrumen investasi. Orang yakin, ketika mereka beli Rolex, harganya tak akan jatuh. Malah makin mahal. Makin tua, makin langka, harga jam tangan ini semakin selangit.

Tahun lalu, salah satu Jam Rolex Daytona termahal di dunia yang dijuluki ‘Unicorn’ terjual di balai lelang Phillips, Geneva, dengan harga fantastis.

Anda tahu berapa harganya?

Laku USD 5,9 juta, atau Rp 82 miliar dalam kurs Rp 14 ribu. Anda bisa bangun pabrik Roti skala besar dengan uang segitu.

Kalau Anda awam, mungkin Anda akan heran dan bertanya-tanya. Kok mahal amat sih? Apa istimewanya? Cuma jam tangan loh.

Tapi untuk penggemar Rolex, brand yang satu ini tak lagi dipandang karena fungsinya saja. Melainkan manfaat emosional, ekspresi diri, dan sosial. Rolex telah jadi brand yang sangat kuat dan mapan. Hingga punya ikatan hubungan emosional dengan pelanggannya.

Bagaimana Rolex membangun citra itu?

Tentu tidak mudah. Usaha ratusan tahun. Terus menerus dan tak putus. Secara berkesinambungan, Rolex membangun eksistensi brandingnya sesuai dengan visi perusahaan. Sebagai perusahaan jam tangan yang anggun, elegan, eksklusif, berkelas, mahal, dan presisi.

Upaya branding itu tetap dilakukan. Bahkan ketika Rolex sudah terkenal seperti sekarang. Tapi tidak sembarangan. Rolex meletakan brandingnya di tempat-tempat yang tepat. Hanya yang mendukung citranya sebagai jam yang eksklusif dan berkelas.

Anda tak mungkin menemukan iklan Rolex di tempat yang tidak elegan. Atau di event-event sembarangan. Tidak mungkin.

Rolex menjaga brandingnya dengan memberikan sponsor kepada kegiatan dan perusahaan yang bonafit. Turnamen Tenis Wimbledon, misalnya. Kemitraan antara Rolex dan olahraga tenis terjalin sejak tahun 1978, saat Rolex menjadi Pencatat Waktu Resmi di The Championships, Wimbledon.

Dua merek dagang ini berkolaborasi saling mendukung. Eksistensi Rolex semakin kokoh dengan mendukung Turnamen Wimbledon. Sementara posisi Turnamen Wimbledon semakin prestisius dengan dukungan Rolex di dalamnya.

Baik Rolex dan Turnamen Wimbledon sadar betul, bahwa merek adalah aset yang harus terus menerus dipelihara. Walaupun keduanya sudah punya nama, sudah terkenal, tapi upaya mempertahankan eksistensinya tak pernah kendor.

Didukung dengan strategi branding yang tepat, keduanya tetap eksis ditengah persaingan yang kian tajam. Rolex tak tergeser sedikitpun karena kehadiran Jam Pintar yang semakin canggih. Sementara Turnamen Wimbledon masih tetap jadi acuan, walaupun ratusan turnamen tenis dunia dibuat setiap tahunnya.

Jika perusahaan sekelas Rolex dan event sekelas Turnamen Wimbledon tetap melakukan branding untuk menjaga eksistensi, lalu bagaimana dengan Anda?

Harusnya kita sadar bahwa proses branding secara berkesinambungan adalah kebutuhan. Apalagi menghadapi bisnis yang semakin hari semakin berat. Persaingan kian tajam. Lengah sedikit saja, akan tergeser dari panggung. Diganti oleh yang lebih kuat.

Perusahaan sekelas ATB sekalipun tetap melakukan hal yang sama. Branding terus menerus untuk menjaga eksistensinya. Sama dengan Rolex, strategi branding yang kami pilih adalah yang mendukung visi dan misi perusahaan.

Kami ingin jadi role model perusahaan air bersih di Indonesia.

Kok pede betul?

Kami pede karena memang telah terbukti berhasil. Saat ini ATB telah menjadi acuan perusahaan air bersih di Indonesia.

Eksistensi ATB sebagai perusahaan air bersih terbaik di Indonesia itu semakin kokoh dengan strategi branding yang tepat.

Gimana caranya?

Ngiklan di media? Tak cukup. Ngiklan tak akan efektif Kalau tak didukung strategi lain.
Lebih dari itu, seluruh insan ATB harus menjadi Brand Ambasador perusahaan ini. Termasuk saya sebagai Presiden Direktur. Jangan pikir saya cuma ongkang-ongkang kaki terima beres.

Apa yang saya lakukan?

Saya aktif dalam berbagai organisasi skala nasional. Salah satunya di Persatuan Perusahaan Air Minum Indonesia (Perpamsi). Saat ini saya menduduki jabatan sebagai Wakil Ketuanya.

Saya pun kerap jadi narasumber. Bukan di sembarangan event. Saya jadi narasumber dalam event berkelas yang merefleksikan kelas ATB sebagai perusahaan air bersih terbaik di Indonesia.

Misalnya, SCADA World Summit. Event ini adalah perhelatan internasional yang bergengsi. Tempat berkumpulnya pakar industri dalam konferensi akbar terkait desain sistem, rekayasa, pemeliharaan dan manajemen keamanan SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition).

Anda tahu? Saya menjadi satu-satunya orang Indonesia yang diundang sebagai pembicara di event tersebut.

Saya datang. Bukan karena honornya besar. Tapi lebih dari itu, kehadiran saya sebagai pembicara di sana akan memperkuat eksistensi ATB sebagai perusahaan pengelolaan air bersih terbaik di Indonesia yang unggul di bidang teknologi informasi.

Apa lagi?

Saya pernah diundang sebagai pembicara di Manila Waterlink Forum. Jadi panelis mewakili Indonesia di Singapore International Water Week. Jadi narasumber di event Internasional INDOWATER 2017. Dan masih banyak lagi.

Semuanya selalu menceritakan profesionalitas ATB. Terutama karena manajemen yang profesional dengan dukungan teknologi. ATB diakui karena memang terbukti sebagai perusahaan yang efisien, berkualitas, dan profesional.

ATB juga menjadi salah satu kontributor, bahkan narasumber utama untuk produk Centre Of Excellence dari produk Customer Care. Produk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Yang nantinya menjadi blueprint buat panduan PDAM lain.
Strategi branding lainnya juga kami lakukan melalui keikutsertaan ATB dalam setiap kompetisi. Tentu kompetisi yang bereputasi. Seperti Indonesia Contact Centre Association (ICCA). SNI Award. Top BUMD. Penghargaan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Tak sekedar berhasil. Tapi di atas ekspektasi, ATB selalu berhasil membukukan prestasi terbaik.

ATB mendapat platinum award sebagai The Best Contact Center Indonesia 2017, yang diselenggarakan oleh ICCA. ATB bisa mengungguli perusahaan sekelas Pertamina, Angkasa Pura II, dan Telkom.

Pada kesempatan lain, ATB berhasil mendapatkan Platinum Award pada ajang SNI Award tahun 2018. Penghargaan ini diserahkan oleh Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.
ATB berhasil memenuhi semua kriteria penilaian dan mengungguli puluhan perusahaan besar nasional seperti Pertamina Lubricants, Aneka Tambang (Antam) termasuk Pupuk Sriwijaya (Pusri).

Sekali lagi, eksistensi ATB sebagai perusahaan yang profesional semakin kuat melekat.
Profesionalisme ATB jadi eksis dengan branding yang tepat. Tak hanya di Batam, ATB juga meletakkan brandingnya di Indonesia. Bahkan tanpa disadari, perusahaan ini sudah dikenal di kelas regional.

Cukup sampai disitu?

Kami tidak lengah. Ketenaran tidak identik dengan sebuah keabadian. Perlu upaya berkesinambungan untuk menjaga sebuah eksistensi.

Anda bisa lihat banyak yang gugur karena lalai melakukan branding terus menerus. Ada yang swasata. Ada yang BUMN. Bukan karena produknya tak bagus. Tapi karena tak mampu mempertahankan eksistensi.

Ada produk pasta gigi Prodent. Lahir bersamaan dengan Pepsodent. Bahkan sempat bersaing ketat. Tapi sekarang kita tak pernah lagi mendengar nama Prodent.

Kenapa? Gagal menjaga branding.

Ada deterjen Dino. Seangkatan dengan Rinso. Rinso eksis sampai sekarang. Tapi Dino tak lagi ada. Apakah karena produknya jelek? Tidak. Tapi lagi-lagi. Jatuh karena gagal menjaga branding.

Dulu kita juga kenal maskapai Merpati. Milik Pemerintah. Kurang apa? Harusnya segala sumber daya dan dukungan pemerintah mampu membuat mereka bertahan. Tapi kenapa sekarang hilang?

Apa yang saya sebutkan itu hanya sebagian kecil dari daftar panjang perusahaan yang gagal menjaga branding. Anda bisa tambahkan daftarnya.

Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? Apakah mereka tak sadar pentingnya menjaga eksistensi? Atau mereka tidak tahu bagaimana caranya? Mari kita pikirkan. Salam Kopi Benny. (*)

 

Ir Benny Andrianto, MM
Presiden Direktur PT ATB

Update