Kamis, 28 Maret 2024

Mendengar Membuka Pintu Terobosan

Berita Terkait

Ketika aku berbicara, aku hanya mengulang apa yang sudah aku tahu. Ketika aku mendengar, aku mungkin belajar sesuatu yang baru. (Dalai Lama)

Majalah Fortune pernah menetapkan Google sebagai perusahaan terbaik untuk bekerja. Tak cuma sekali. Sepuluh kali berturut-turut. Alasannya sederhana. Budaya kerja di sana memberikan kesempatan yang luas untuk berkembang lebih jauh. Jadi, tidak hanya perusahaan yang maju, Anda juga maju.

Memangnya ada apa di Google?

Ada banyak cara unik yang dilakukan perusahaan besutan Larry Page ini. Terutama untuk membangun hubungan kepercayaan timbal balik antara perusahaan dan karyawan. Google percaya, produktifitas karyawan bermula dari sebuah hubungan saling percaya yang berintegritas.

Salah satu program yang tenar adalah 20 percent time. Karyawan diberikan kebebasan menggunakan 20 persen dari waktu kerja mereka untuk mengeksplorasi lebih jauh ide-ide yang ada dalam benak mereka. Itu artinya, ada 1 hari dari 5 hari kerja di Google yang boleh ngapain aja.

Seharian dibebaskan? Benar. Apa gak rugi? Nyatanya tidak.

Banyak karyawan Google yang merasa mendapat perlakuan terhormat dengan adanya program tersebut. Mereka tidak merasa dijadikan seperti budak yang hanya diambil tenaganya untuk bekerja. Tapi perusahaan memberikan waktu mereka bereksplorasi.
Pada akhirnya, program 20 percent time justru menjadi bengkelnya ide-ide brilian. Setiap ada ide yang menarik, akan dieksplorasi di program ini. Mereka melakukan riset, pengumpulan data, dan kajian-kajian pendukung lainnya.

Setelah cukup matang, bos-bos di Google kemudian menyediakan waktu untuk mendengar ide-ide tersebut. Mengujinya bersama-sama, agar sampai pada format gagasan yang terbaik.

Pada kesempatan inilah pimpinan di Google akan berperan aktif menambal sulam ide dari karyawan, sampai akhirnya siap dieksekusi. Siapa yang mengeksekusi? Ya karyawan yang menemukan ide tersebut. Bersama tim yang diperlukan.

Apa hasilnya?

Wah. Saya harus bilang, sukses besar!

Banyak produk premium Google justru hadir dari program 20 percent time itu. Gmail misalnya. Layanan surat elektronik milik Google. Sekarang Anda tak bisa menggunakan telepon pintar berbasis Android kalau tak punya Gmail.

Ada lagi Google Adsense. Yang menyumbang 25 persen penghasilan Google.

Perusahaan ini tumbuh besar sampai jadi raksasa bersama karyawannya.
Kenapa? Google memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk memanfaatkan waktu dengan baik. Dan lebih penting lagi, para pemimpin di sana mau mendengar.
Yang kadang luput dari kesadaran pimpinan adalah, bahwa mendengar menjadi salah satu pintu masuk untuk melakukan terobosan-terobosan.

Tak selamanya dasar pengambilan keputusan dan kebijakan sifatnya Top Down. Dari atas ke bawah. Tapi seringkali harus Bottom Up. Dari bawah ke atas.

Mungkin Anda belum bisa memberikan ruang seluas Google. Tapi barangkali contoh yang diterapkan ATB bisa menjadi masukan berharga untuk Anda.

Perusahaan ini punya banyak cara menggali ide-ide karyawannya. Baik secara langsung, maupun tidak. Salah satunya adalah melalui kegiatan-kegiatan bersama. Seperti Management Meeting yang diadakan sebulan sekali. Management Outbond, atau Communication Day bersama karyawan.

Kegiatan ini jadi sarana bagi saya menyerap masukan konstruktif dari karyawan. Di Management Outbond yang baru-baru ini dilaksanakan, misalnya. Saya minta setiap manager menulis 2 artikel untuk dipresentasikan di hadapan saya. Bebas. Yang penting soal ATB.

Ternyata banyak hal yang selama ini belum menjadi konsen, sudah harus mendapat perhatian serius dari saya. Banyak peluang atau kesempatan yang selama ini belum jadi prioritas, ternyata sekarang harus sudah lebih diseriusi.

Apa jadinya kalau tadinya saya menutup diri? Tak mau mendengar? Mungkin hal-hal seperti itu akan luput.

Mendengar itu menjadi penting. Untuk melihat dan mengembangkan peluang yang selama ini belum kita lihat. Seringkali, untuk melihat sebuah objek secara utuh, kita butuh sudut pandang yang beragam. Tapi tentu harus dengan kepekaan.

Saya juga sempat takjub ketika Departmen IT and System di ATB mempresentasikan proposal pembangunan Sistem Informasi yang andal untuk mendukung proses bisnis ATB beberapa tahun lalu.

Sebenarnya ATB sudah punya roadmap inovasi teknologi berbasis Sistem Informasi. Ketika rencana ini akan dieksekusi, saya memberikan arahan dan briefing kepada departmen terkait. Selebihnya, saya bebaskan mereka bereksplorasi se-kreatif mungkin.

Apa yang terjadi?

Saya kaget mendengar presentasi proposal yang disusun. Mereka ini mampu mengembangkan ide yang saya paparkan, hingga jauh melebihi ekspektasi saya. Saya sempat senyum-senyum sendiri. Ternyata, ATB punya sumber daya yang sangat brilian.

Sekarang, ATB telah memiliki ATB Enterprise System (AES). Sebuah teknologi yang dibangun mandiri oleh karyawan ATB. Satu-satunya di Indonesia. Dan yang paling membanggakan, ini merupakan teknologi paling canggih yang pernah dimiliki oleh perusahaan air bersih di Indonesia.

Bangga? Tentu saya sebagai pimpinan ikut bangga dengan pencapaian ini.
Tapi Anda harus sadar, ini tidak akan bisa kami capai bila saya tak memberikan kesempatan yang luas untuk mereka berekplorasi. Ini juga tak akan tercapai jika saya tak mau mendengar masukan-masukan dari karyawan saya, untuk menjadikan pengembangan Sistem Informasi yang kami susun menjadi lebih sempurna.

Namun sayangnya, tak semua perusahaan seperti Google dan ATB. Banyak yang tak memberikan ruang untuk mendengar. Atau, mereka mendengar setengah hati. Hanya sekedar formalitas. Saya sempat singgung Kodak dalama artikel sebelumnya.

Anda sudah tahu kan apa yang terjadi dengan Kodak? Bangkrut pada tahun 2012. Karena mereka mengabaikan usulan karyawannya yang menemukan cikal bakal teknologi fotografi digital. Saat itu Kodak merasa, teknologi fotografi cetak sudah cukup.

Anda tinggal pilih ingin jadi yang mana. Jika ingin maju dan membuat terobosan, Anda harus mau mendengar. Sebaliknya, terobosan tak akan hadir kalau Anda sudah merasa baik, benar, super, dan tak perlu berubah.

Apakah Anda masih akan menutup telinga? Mari kita pikirkan.

Salam Kopi Benny. (*)

 

Ir Benny Andrianto, MM
Presiden Direktur PT ATB

Update