batampos.co.id – Tiga terpidana mati asal Batam, Suryanto alias Ationg Bin Swehong, Pujo Letari dan Agus Hadi, masuk dalam daftar eksekusi mati Jilid III yang rencananya akan didor, Jumat (29/7/2016) tengah malam pekan ini.
Jelang eksekusi, ketiganya tetap memiliki harapan besar kepada Presiden Joko Widodo agar mengampuni mereka sehingga terbebas dari eksekusi mati.
Pada Mei 2016 lalu, Jawa Pos (grup batampos.co.id) berhasil menembus Nusakambangan bersama kerabat terpidana mati dan bertemu Suryanto alias Ationg.
Baca Juga: 9 Terpidana Mati Asal Batam Nunggu Giliran Dikirim ke Nusakambangan
Suryanto saat itu sedang duduk di dalam area Lapas Batu. Tubuhnya ceking, bahkan kepalanya tampak lebih besar dari tubuhnya. Tidak proporsional. Raut mukanya memang tampak tenang.
Saat itu dia mengenakan kemeja kotak-kotak yang warnanya sudah memudar dan celana jeans biru yang sudah mulai memutih. Dia berbeda dengan napi lain yang biasanya merokok.
”Saya memang sejak awal tidak merokok,” ujarnya terpatah-patah.
Dengan wajah cukup tenang, dia mulai menceritakan bagaimana tanggapannya soal eksekusi mati.
Awalnya, dia mulai curiga dirinya akan dieksekusi karena dipindahkan dari Lapas Batam ke Lapas Batu, Nusakambangan. ”Pemindahan ini dilakukan mendadak,” tuturnya.
Baca Juga: 3 Terpidana Mati dari Batam Sudah di Nusakambangan, Tak Ada Nama Yezhiekel
Hal itu membuatnya panik, sebab Nusakambangan merupakan lokasi eksekusi terpidana mati tahap I dan II. Apalagi, jaksa dan sipir tidak menjelaskan sama sekali alasan pemindahan tersebut.
”Saya hanya bisa menurut saja,” ujarnya.
Namun, ada hal yang cukup menyakitkan. Yakni, keluarganya tidak diberitahukan pemindahan tersebut. Padahal, Suryanto sudah berbulan-bulan tidak bertemu dengan keluarganya.
”Mereka belum menjenguk saya lebih dari tiga bulan,” terangnya, lalu terdiam.
Ia menghela nafas panjang, tertunduk, batinnya menjerit, namun mau mengadu sama siapa, dia tidak tahu.
Beberapa menit kemudian, dia kembali menuturkan, jangan-jangan hingga saat ini keluarga belum mengetahui bahwa dirinya dipindah ke Nusakambangan.
”Saya hingga saat ini belum komunikasi dengan keluarga. Saya tidak punya uang untuk menelepon,” tuturnya.
Dia mengakui saat itu belum mengajukan peninjauan kembali (PK). Namun, selain PK, dirinya ingin menulis surat pernyataan yang ditujukan pada Presiden Jokowi. ”Saya ingin menceritakan semuanya,” tuturnya.
Misalnya, soal proses penyelidikan dan penyidikan yang dialaminya. Menurutnya, selama dalam kedua proses itu, banyak sekali siksaan yang dihadapinya. Pukulan dan tendangan jadi makanan sehari-hari.
”Kami terpaksa mengakui seperti yang diinginkan petugas,” jelasnya.
Yang juga memberatkannya adalah penggunaan pasal internasional, sehingga membuatnya divonis hukuman mati. ”Padahal, saya baru sekali itu melakukannya dan karena terbujuk Bandar,” tuturnya.
Suryanto merasa dihukum dua kali. Dia menuturkan, dirinya sudah dipenjara sekitar sembilan tahun, lalu sekarang ada rencana eksekusi mati. ”Padahal, dalam vonis saya tidak ada hukuman penjara,” paparnya.
Dengan itu semua, Suryanto mempertanyakan, apakah tidak boleh mendapatkan satu kesempatan lagi untuk hidup.
”Pak Jokowi, tolong beri kami kesempatan sekali saja. Saya pastikan saya tidak akan mengulangi kesalahan itu,” keluhnya dengan mata yang mulai memerah.
Kalau pun bisa, sebelum eksekusi mati dilakukan, Presiden Jokowi bisa bertemu dengan dirinya. Dengan begitu, maka Jokowi bakal bisa menilai bagaimana kepribadiannya.
”Kalau bisa ketemu presiden, tentu saya akan membuka semuanya,” jelasnya.
Tidak hanya itu, untuk menjadi peringatan bagi pengedar dan pengguna narkotika, Suryanto juga akan menuliskan semua kisah hidupnya. Harapannya, semua pengedar dan pengguna belajar dari hidupnya.
”Biar semua bisa tobat dan menjauhi narkotika,” tegasnya.
Namun, apakah Suryanto sudah menulis surat untuk Presiden atau belum, belum ada kabar karena akses ke Nusakambangan kini ditutup jelang eksekusi. (jpgrup)
Baca Juga: Jelang Eksekusi, Terpidana Mati Depresi Berat, Satu Dilarikan ke Rumah Sakit